Senin, 30 Juli 2012

Gue sebut Mereka Saudara

Entah kenapa, tiba-tiba kali ini gue kepengen nulis tentang sesuatu yang lebih manusiawi. Seperti yang kita tau selama ini, manusia adalah makhluk social, manusia butuh orang laen didalam kehidupannya, kecuali dalam urusan pup dan ngupil tentunya. Kita tidak membutuhkan orang lain dalam hal membuang kotoran, kecuali kalo emang ada orang yang rela nyebokin dan bersihin upil gue tiap hari dengan gratis. Yah, walaupun gue belum sepenuhnya menjadi manusia, gue tetep punya jiwa sosial didalam hati kecil gue. Gue juga tetep perlu berhubungan dengan orang lain didalam kehidupan gue, paling tidak dalam hal cinta, karna gak mungkin gue pacaran dengan diri gue sendiri, gimana cipokannya?” dan gimana kawinnya?.


Baiklah, gue kali ini lagi males ngomongin yang begituan, gue cuma mau ngomongin kalo di dunia ini gue gak mungkin idup sendiri, gue butuh sosok-sosok lain yang biasa kita sebut sebagai “teman”. Karna gue agak sulit mengartikan kata “teman”, gue pun meminta bantuan dari followers twitter gue buat mengartikannya, dan inilah responnya:  

Teman itu, seseorang yg ada pada saat suka ataupun duka, yg bisa memahami,   yang menolong tanpa pamrih.

Waktu lo kepepet ujian dan gak punya kertas, lo minta kertas sama orang disamping lo, itu bisa dibilang temen.

@altoo_
Bola adalah teman, jadi teman=bola. (kebanyakan nonton Tsubasa nih).


Setiap orang memang punya definisi masing-masing buat orang-orang yang mereka sebut “teman”. Dan dalam tulisan ini gue akan mencoba mendefinisikannya dengan cara gue sendiri, dengan gaya gue sendiri tentunya. Cekidot!!!

Kamis, 26 Juli 2012

Life is (not) a choice


Orang bilang kalo hidup ini adalah pilihan dan gue baru merasakan kalo gue harus menentukan pilihan hidup ketika gue baru aja lulus SMA. Kegalauan tingkat kelurahan melanda diri gue yang masih begitu polos. Gue dihadapkan pada pilihan yang tidak biasa antara memilih untuk masuk universitas atau gue harus terlantar jadi pedagang gorengan dengan wajah yang terlanjur ganteng. Ini masalah serius, gue gak bakal rela kalo hidup gue berakhir di depan penggorengan, sedangkan temen-temen gue merasakan indahnya dunia kampus. Setelah memikirkan perbandingan yang sangat tidak adil ini akhirnya gue pun menentukan sikap dan memilih  untuk kuliah. Bukan, bukan karena gue ingin melanjutkan cita-cita gue tapi karena kata orang anak kuliahan itu “keren”. Yap, dengan mantap dan hati yang kuat gue pun melangkahkan kaki untuk mendaftarkan diri gue ke sebuah universitas, negeri tentunya.

Karena gue polos,atau lebih tepatnya “bego”, gue ternyata melewatkan satu hal penting yang seharusnya dilakukan ketika seorang insan manusia ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hal penting yang dengan bodohnya gue lupakan itu adalah 

“Gue mau milih jurusan apa?”. 

Gue kembali galau, kegalauan gue kali ini meningkat ke level universitas, gue mulai keringetan, perut mules, badan gemeteran, susah pup, dan terakhir gue inget tenyata waktu itu gue memang belum makan 3 hari, maklum lah, gue kan hanya seorang anak kost yang makannya cuma hari senen ama kamis doang itupun sekalian ama puasa sunnah (ya, gue terpaksa). 
Kembali lagi ke masalah pilah-pilih jurusan, akhirnya daripada bingung, gue pun mutusin buat minta saran dari seorang teman yang namanya gue lupa (mohon maaf buat kamu yang namanya kulupakan, makanya punya nama itu jangan susah-susah, jadi lupa deh).  Gue berharap dia bisa memberikan pencerahan dalam masalah yang melanda diri gue ini. Gue sms dia buat ketemuan, setelah ketemu dan ngobrol beberapa saat sama doi, satu jawaban yang gue dapet dari kawan yang gue lupakan namanya itu adalah :

 “Milih jurusan itu harus disesuaikan dengan minat dan bakat yang lo punya lang”.

Gue Sebut Diri Gue (Calon) Manusia


Finally, gue menemukan sebuah pencerahan dalam hidup gue. Layaknya seseorang yang lagi kebelet boker tingkat akhir dan kemudian menemukan sebuah jamban, gue akhirnya bisa menuangkan rasa kebelet gue untuk menulis dan menemukan sebuah “jamban” yang tepat, yang mampu menampung semua isi pemikiran gila yang ada dikepala gue. Sesuatu yang terpaksa gue analogikan sebagai jamban itu adalah “BLOG”. Gue lompat-lompat, koprol 12 kali, dan diakhiri dengan bakar kemenyan dan nari tor-tor, intinya gue seneng ketika menemukan hal ini (ya, gue emang norak hari gini baru ketemu yang namanya blog). Walaupun gue menganalogikan blog ini sebagai jamban, gue harap kalian gak akan pernah kepikiran kalo gue tiba-tiba kebelet pipis gue bakalan melorotin celana dan langsung mengeluarkan pipis gue didepan laptop. Gue tau otak kalian gak sedangkal itu. Ini hanya sebuah analogi, ini cuma perumpamaan.

Memutuskan untuk mulai nulis di blog adalah hal yang sulit bagi gue, gue sempet keringetan, badan gue panas dan muka gue memerah tiba-tiba. Bukan, ini bukan karna gue grogi tapi belakangan gue inget kalo waktu itu gue lupa boker selama seminggu. Sebenernya, gue gak punya basic nulis samasekali, gue mulai belajar nulis ketika gue udah kuliah, dan gue inget banget waktu pertama kali gue diajarin buat bikin paragraf, gue cuma mampu bikin satu kalimat:

“I am sorry sir; I can’t write any longer, what the fuck is this activity?”